Puisi Tabligh Akbar 2017
Teruntuk pejuang muda yang tak dimungkiri imannya masih fluktuasi.
Generasi di Ujung Waktu
Oleh : Astri Sifa Yuniarti
Memijak bumi yang kian senja
Mengukir ruam di antara buaian fana
Benih-benih racun menguar
Melumpuhkan hati setiap insan
Tengoklah sejenak sekelilingmu!
Lalu lalang kaki melintasi jalan berbatu
Tangan-tangan sibuk mengukir mimpi palsu
Berebut menjangkau nikmat yang semu.
Tengoklah zaman yang kian rapuh ini
Kehidupan seolah mengambang tanpa tepi
Arus globalisasi menggerus tiada henti
Menjamah setiap sudut pondasi negeri
Mirisnya,
Manusia justru menjadi budak teknologi
Yang rela dikendalikan tangannya sendiri
Tengoklah perangai makhluk perusak
Kedengkian menyeruak
Keangkuhan merebak
Kejahatan menyalak
Kekejaman mengoyak
Menyesakkan ruang di antara penjuru langit dan bumi
Jika saja engkau tahu, kawanku.
Derai angin berbisik padaku
Katanya, ''bumi bukan tempatku berembus lagi.''
Dan mentari redup menyapaku,
Dengan suara lirih ia mengadu,
''Bumi bukan tempat yang pantas untuk kusinari lagi.''
Bahkan hujan mengeluhkan waktunya turun
yang semakin hari kian tak teratur
Tidak bisakah engkau melihat kesedihan makhluk-makhluk tak bernyawa itu?
Mereka lelah,
Menyaksikan kecongkakan manusia
yang tak pernah mau direda
Mereka kecewa,
Menyaksikan kecamuk perselisihan
Yang menyelubungi setiap sisi dunia
Aku kembali melangkah menyusuri sudut gulita
Beradu dengan segumpal gelisah
Sayangnya, hanya kehampaan yang ku dapat.
Tiada lentera, bahkan setitik api pun tak ada
Hanya semburat bayang yang menyembul
Menggurat bibir menyudut simpul
Mata ini tidak buta
Namun mengapa begitu sulit menembus beningnya kaca?
Ataukah kabut pekat yang lebih dulu menutup panca indera?
Aku sungguh tak tahu
Raga ini seolah tersungkur
menyaksikan setiap depa wilayah yang porak poranda, tanpa sedikitpun rasa akur
Jiwa ini terasa remuk
Menyisir para penista yang kian mengamuk.
Sungguh...
Tiada lagikah generasi pemantik api?
Yang sedia membelah lautan dengan berani
Dan kobarkan semangat jihad ke seluruh penjuru negeri
Tiada lagikah pejuang kejayaan?
Yang berdiri teguh di gardu terdepan
Tanpa takut menerima hujatan
Tiada lagikah rasa belas kasih?
Yang bertumpu pada orang-orang sholih
Mewarnai persahabatan dalam tali asih
Tiada lagikah rasa toleransi?
Yang tertanam kuat dalam hati
Tanpa saling curiga yang menghantui
Tiada lagikah rasa berdosa?
Yang menegur tindakan salah manusia
Dan mengingatkan mereka pada Sang Pencipta
Tiada lagikah kail silaturahmi?
Yang mengikat jiwa dalam satu temali
Dan menghubungkan jemari dakwah islami
Aku masih tertegun
Mengamati batas yang semakin sulit dibangun
Antara kebenaran dan keburukan
Antara dusta dan kejujuran
Antara remang dan terang
Antara dua kutub tolak menolak
Yang memaksa bersatu dalam satu logam
Aku adalah saksi
Atas zaman yang tenggelam dalam lautan fitnah dan benci
Adu domba memenuhi setiap lapisan penduduk bumi
Merobohkan tiang-tiang kehidupan yang tak lagi menjulang tinggi
Ku hela napas tiap menoleh ke barisan pemuda
Bukan tasbih yang mereka genggam,
Namun ponsel yang dibawa siang malam.
Bukan masjid yang mereka tuju,
Namun tempat maksiat yang diburu.
Bukan Al-Qur'an yang ia baca,
Namun chatting yang menjadi sahabat mereka
Bukan orangtua yang mereka hormati,
Namun kekasih semu yang mereka puji-puji.
Wahai kawanku!
Akankah kau biarkan bumiku dan bumimu berakhir tanpa generasi?
Kuharap tidak!
Generasi muda tak seharusnya padam ditelan zaman
Generasi muda tak seharusnya menciut digulung waktu
Generasi muda tak seharusnya tercecer di hantam badai
Generasi muda adalah kita
Pejuang syari'ah
Menggapai Jannah
Jika bumi ini menua,
Maka biarlah kita menjadi bunga yang mempercantik setiap sudutnya
Menabur harum dengan akhlakul mahmudah
Jika bumi ini berada di ambang batas,
Maka biarlah kita menjadi pilar penyangga
Yang merintis bersatunya umat akhir dunia.
Mengukir ruam di antara buaian fana
Benih-benih racun menguar
Melumpuhkan hati setiap insan
Tengoklah sejenak sekelilingmu!
Lalu lalang kaki melintasi jalan berbatu
Tangan-tangan sibuk mengukir mimpi palsu
Berebut menjangkau nikmat yang semu.
Tengoklah zaman yang kian rapuh ini
Kehidupan seolah mengambang tanpa tepi
Arus globalisasi menggerus tiada henti
Menjamah setiap sudut pondasi negeri
Mirisnya,
Manusia justru menjadi budak teknologi
Yang rela dikendalikan tangannya sendiri
Tengoklah perangai makhluk perusak
Kedengkian menyeruak
Keangkuhan merebak
Kejahatan menyalak
Kekejaman mengoyak
Menyesakkan ruang di antara penjuru langit dan bumi
Jika saja engkau tahu, kawanku.
Derai angin berbisik padaku
Katanya, ''bumi bukan tempatku berembus lagi.''
Dan mentari redup menyapaku,
Dengan suara lirih ia mengadu,
''Bumi bukan tempat yang pantas untuk kusinari lagi.''
Bahkan hujan mengeluhkan waktunya turun
yang semakin hari kian tak teratur
Tidak bisakah engkau melihat kesedihan makhluk-makhluk tak bernyawa itu?
Mereka lelah,
Menyaksikan kecongkakan manusia
yang tak pernah mau direda
Mereka kecewa,
Menyaksikan kecamuk perselisihan
Yang menyelubungi setiap sisi dunia
Aku kembali melangkah menyusuri sudut gulita
Beradu dengan segumpal gelisah
Sayangnya, hanya kehampaan yang ku dapat.
Tiada lentera, bahkan setitik api pun tak ada
Hanya semburat bayang yang menyembul
Menggurat bibir menyudut simpul
Mata ini tidak buta
Namun mengapa begitu sulit menembus beningnya kaca?
Ataukah kabut pekat yang lebih dulu menutup panca indera?
Aku sungguh tak tahu
Raga ini seolah tersungkur
menyaksikan setiap depa wilayah yang porak poranda, tanpa sedikitpun rasa akur
Jiwa ini terasa remuk
Menyisir para penista yang kian mengamuk.
Sungguh...
Tiada lagikah generasi pemantik api?
Yang sedia membelah lautan dengan berani
Dan kobarkan semangat jihad ke seluruh penjuru negeri
Tiada lagikah pejuang kejayaan?
Yang berdiri teguh di gardu terdepan
Tanpa takut menerima hujatan
Tiada lagikah rasa belas kasih?
Yang bertumpu pada orang-orang sholih
Mewarnai persahabatan dalam tali asih
Tiada lagikah rasa toleransi?
Yang tertanam kuat dalam hati
Tanpa saling curiga yang menghantui
Tiada lagikah rasa berdosa?
Yang menegur tindakan salah manusia
Dan mengingatkan mereka pada Sang Pencipta
Tiada lagikah kail silaturahmi?
Yang mengikat jiwa dalam satu temali
Dan menghubungkan jemari dakwah islami
Aku masih tertegun
Mengamati batas yang semakin sulit dibangun
Antara kebenaran dan keburukan
Antara dusta dan kejujuran
Antara remang dan terang
Antara dua kutub tolak menolak
Yang memaksa bersatu dalam satu logam
Aku adalah saksi
Atas zaman yang tenggelam dalam lautan fitnah dan benci
Adu domba memenuhi setiap lapisan penduduk bumi
Merobohkan tiang-tiang kehidupan yang tak lagi menjulang tinggi
Ku hela napas tiap menoleh ke barisan pemuda
Bukan tasbih yang mereka genggam,
Namun ponsel yang dibawa siang malam.
Bukan masjid yang mereka tuju,
Namun tempat maksiat yang diburu.
Bukan Al-Qur'an yang ia baca,
Namun chatting yang menjadi sahabat mereka
Bukan orangtua yang mereka hormati,
Namun kekasih semu yang mereka puji-puji.
Wahai kawanku!
Akankah kau biarkan bumiku dan bumimu berakhir tanpa generasi?
Kuharap tidak!
Generasi muda tak seharusnya padam ditelan zaman
Generasi muda tak seharusnya menciut digulung waktu
Generasi muda tak seharusnya tercecer di hantam badai
Generasi muda adalah kita
Pejuang syari'ah
Menggapai Jannah
Jika bumi ini menua,
Maka biarlah kita menjadi bunga yang mempercantik setiap sudutnya
Menabur harum dengan akhlakul mahmudah
Jika bumi ini berada di ambang batas,
Maka biarlah kita menjadi pilar penyangga
Yang merintis bersatunya umat akhir dunia.
>> Magelang, 23 April 2017
@TablighAkbar2k17
#DoIslamSure #DewanIslamSekolah
@TablighAkbar2k17
#DoIslamSure #DewanIslamSekolah
MasyaAllah :-)
BalasHapus