Review Novel Mozaik-Mozaik Terindah Karya Andrea Hirata

MOZAIK-MOZAIK TERINDAH - ANDREA HIRATA 

 "Ternyata, Kawan, kemauan adalah segala-galanya dalam hidup ini. Tanpa kemauan, orang tak dapat terkejut, tak dapat curiga, tak dapat iri, tak dapat cemburu, tak dapat gembira, mellow, dan golput." 

- Andrea Hirata, Novel Ayah & Sirkus Pohon dalam Mozaik-Mozaik Terindah


Foto: Assifa (Buku Puput)

Sumber: Assifa, 2023 (Buku Puput)

 

IDENTITAS BUKU

Judul Buku        : Mozaik-Mozaik Terindah

Penulis           : Andrea Hirata
Tebal halaman     : x + 158 halaman
ISBN              : 978-602-291-665-9
Tahun             : 2020

Penerbit          : Bentang Pustaka


SINOPSIS & REVIEW


Aku bukan pembaca setia karya-karya Andrea Hirata. Tapi, sekali baca karyanya, selalu tenggelam dalam kisah-kisah sederhana--yang luar biasa. Sebut saja Ayah, buku pertama yang kubaca saat masih berada di bangku kelas sebelas. Tentu, buku itu kupinjam dari perpustakaan. Kisah gigih dan tegar Sabari dalam mengejar pujaan hati, kisah rumah tangganya yang kandas karena hanya berlandas cinta sepihak, dan kisah nelangsa dirinya yang dipisahkan dengan Zorro (anak tirinya) sukses membuat emosiku tercampur-aduk. Andrea Hirata selalu berhasil menggambarkan psikologis tokoh sesuai latar sosialnya (dalam hal ini orang Melayu, Belitong).

Hal yang sama juga terjadi saat aku membaca Mozaik-Mozaik Terindah--kumpulan kisah-kisah terbaik dari beberapa novel karya Andrea Hirata (yang belum semuanya kubaca). Dari delapan kisah yang tersaji, hanya satu penggal yang pernah kubaca tuntas novel aslinya, yaitu Orang-Orang Biasa. Aku sepakat kalau delapan kisah di buku ini adalah sepaket mozaik terindah karya Andrea Hirata. Kisah-kisah kaum marginal yang ditulis dengan jenaka, sekaligus mengiris hati pembaca.

Diawali dengan prolog manis "Sebelas Patriot", mengalirkan kisah Ardin yang berusaha mewujudkan impian sang Ayah. Kecintaan sang Ayah pada sepak bola adalah bagian dari perjuangannya melawan penjajah kala itu. Ardin ingin bergabung dengan tim nasional untuk menggantikan mimpi sang Ayah yang kandas. Sayangnya, ia juga gagal. Hingga suatu hari impiannya berubah: ingin membelikan kaos Louis Figo untuk sang ayah dari official shop Real Madrid lewat jalur beasiswa pendidikan. 

"Sepuluh Murid Baru" menjadi satire yang amat memukul hati. Dari kisah ini, aku membayangkan betapa masih banyak sekolah marginal di tanah pertiwi yang terancam tutup karena sepi peminat. Dengan kata lain, pendidikan bukan hal yang dinomorsatukan di sebagian tempat-tempat terpinggir, tentu karena tuntutan ekonomi. Sama seperti kisah Sekolah Laskar Pelangi. Pada hari pertama masuk sekolah, Pak Harfan dan Guru Mus--dua guru di sekolah itu--tak henti-hentinya khawatir karena murid di sekolahnya belum genap sepuluh. Ikal dan beberapa siswa yang sudah hadir juga ikut khawatir. Jika tidak genap sepuluh orang, mereka tidak akan bisa bersekolah karena sekolah itu akan ditutup. Beruntung, di jam-jam terakhir, Harun datang dan menjadi penyelamat bagi sekolah yang hampir rubuh itu. 

"Saat-Saat Kebenaran" menjadi salah satu kisah yang bikin geregetan. Bagaimana tidak? Tiga siswa dari sekolah udik--Ikal, Lintang, dan Sahara--yang mengikuti lomba cerdas tangkas dipermalulan oleh seorang Drs. sombong bernama Pak Zulfikar. Jawaban benar dari Lintang tentang pertanyaan optik disanggah tanpa dasar yang jelas oleh Pak Zulfikar. Untungnya, kecerdasan Lintang mampu membuktikan jawaban Cincin Newton yang sudah dilontarkannya sebagai penutup skor cerdas tangkas.

Dari kisah "Simpai Keramat", aku belajar bahwa kadang-kadang, orang yang kita kasihani justru lebih tegar dari yang mengasihani. Bahwa masih banyak di luar sana yang hidupnya jauh-jauh dari kelayakan, namun tetap mampu tersenyum dan melanjutkan kehidupan dengan ringan. Bahwa menjadi sebatangkara seperti Arai tidak membuatnya jatuh dan tenggelam dalam sedih, justru itu menjadi kekuatan baginya untuk bangkit dan menggenggam impian. Ah, pertemuan Ikal dan Arai pertama kali membuat hatiku bergemuruh. Lebih kepada... Bagaimana seorang Arai bisa setabah itu? 

Dari awal membaca paragraf "Lelaki Baik Hati", aku sudah berfirasat buruk dengan ending-nya. Dan ya... memang terjadi. Orang miskin tak pernah mengenal kejutan... Sungguh ironis saat Andrea Hirata menuliskan "Di pasar, orang miskin banyak terkejut: terkejut dengan harga-harga yang tidak masuk akal." Ah, makanya saat Zamzani bertekad kuat memberikan kejutan untuk istri dan anak-anaknya, ujung-ujungnya adalah perpisahan yang justru membuat keluarganya paling terkejut.

Saat membaca "Resolusi 4 Sentimeter", agaknya aku teringat pernah membaca selintas tentang tekad Ikal yang hendak menaikkan tinggi badan hingga membeli alat bernama Happy High. Tapi, rupanya bukan dari judul novel "Buku Besar Peminum Kopi". Entahlah dari buku yang mana, intinya itu jenaka haha. Dilanjutkan dengan pertandingan catur antara Nong dan Bardin. Kata buku ini, "Jika ingin memahami ironi dalam hidup ini, Kawan, belajarlah main catur". Jujur, karena kisahnya cuma sepenggal, jadi belum menangkap betul maksudnya.

"SMA atau Sederajat" juga ironi yang kental di sebagian besar masyarakat dulu dan kini. Bahwa di mana-mana lowongan pekerjaan yang menawarkan gaji dan penghidupan baik selalu memberikan embel-embel "ijazah SMA atau sederajat". Nasib kaum-kaum tak berijazah berujung menjadi kuli atau buruh kasar. Ah, walaupun sebenarnya memang benar, "Kemauan adalah segala-galanya dalam hidup ini." Tapi, terkadang keberuntungan dan kedudukan juga mengisi porsi lebih tinggi.

Kisah Mozaik Terindah ditutup dengan kisah "Dalam Keadaan Apa pun, Berdua Lebih Baik". Sepotong prolog dari novel Orang-Orang Biasa. Menggambarkan bagaimana manusia selalu memosisikan diri berdasarkan kelompoknya. Andrea menggambarkannya dengan perumpamaan sembilan murid bodoh yang duduk di barisan paling belakang (yang kelak dipersatukan dengan kejadian tak terduga). Tentu, karena masih prolog, tidak dituliskan kisah-kisah tak terduga itu. Yang jelas, akan ada kaitannya dengan Inspektur Abdul Rojali--seorang polisi paling menjunjung integritas di penjuru Belantik.

Sudah kubilang di awal, bukan? Bahwa tulisan Andrea selalu menyajikan kisah-kisah sederhana, tapi sesungguhnya luar biasa. Apalagi dibalut dengan tulisan jenaka. Aku selalu dibuat hanyut dengan kisah-kisah mellow, nasionalis, dan penuh perjuangan hidup dari setiap penggal cerita yang ditulisnya.


Salam,

Assifa









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel InsyaAllah Aku Bisa Sekolah - Karya Dul Abdul Rahman

Narrative Text: Gisella and The Salt

Contoh Pidato Bahasa Indonesia sesuai PUEBI